Kaligrafi Tiongkok

Ilustrasi El Nino (Foto: Devonyu via Getty Images)

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan kondisi cuaca panas yang melanda Indonesia belakangan ini disebabkan oleh El Nino, apa itu?

Mengutip dari situs web BMKG, El Nino-Southern Oscillation (ENSO) didefinisikan sebagai anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.

Istilah El Nino berasal dari bahasa Spanyol yang artinya “anak laki-laki”. El Nino awalnya digunakan untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan yang mengalir ke arah selatan di sepanjang pesisir Peru menjelang Natal.

Kondisi yang muncul berabad-abad lalu itu, dinamakan El Nino de Navidad oleh para nelayan Peru yang disamakan dengan nama Kristus yang baru lahir.

Menghangatnya perairan di Amerika Selatan, ternyata berkaitan dengan anomali pemanasan lautan yang lebih luas di Samudera Pasifik bagian timur, bahkan dapat mencapai garis batas penanggalan internasional di Pasifik tengah.

Pada kondisi yang berbeda, terjadi anomali pendinginan lautan di Samudera Pasifik bagian timur dan tengah yang berkebalikan dengan El Nino, sehingga dinamai La Nina yang dalam bahasa Spanyol artinya “Si Gadis”.

Dengan demikian, Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Barat mengartikan El Nino sebagai fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.

Sementara itu, La Nina adalah fenomena yang berkebalikan dengan El Nino. Ketika La Nina terjadi, Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.

 

Iklim di Samudera Pasifik

Iklim di Samudera Pasifik dapat bervariasi dalam tiga kondisi (fase), yakni fase netral, El Nino, dan La Nina.

  • Fase Netral: Angin pasat berembus dari timur ke arah barat melintasi Samudra Pasifik, menghasilkan arus laut yang juga mengarah ke barat dan disebut dengan Sirkulasi Walker. Selama fase Netral, suhu muka laut di barat Pasifik akan selalu lebih hangat dari bagian timur Pasifik.
  • Fase El Nino: Angin pasat yang biasa berembus dari timur ke barat melemah atau bahkan berbalik arah. Pelemahan ini, dikaitkan dengan meluasnya suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik. Air hangat yang bergeser ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan pun ikut bergeser menjauh dari Indonesia. Hal ini berarti Indonesia mengalami peningkatan risiko kekeringan.
  • Fase La Nina: Embusan angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya. Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin. Bagi Indonesia, hal ini berarti risiko banjir yang lebih tinggi, suhu udara yang lebih rendah di siang hari, dan lebih banyak badai tropis.

Pada saat terjadi El Nino, daerah pertumbuhan awan bergeser dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik bagian tengah, sehingga menyebabkan berkurangnya curah hujan di Indonesia.

 

Penyebab El Nino dan La Nina

El Nino dan La Nina terjadi akibat interaksi antara permukaan laut dan atmosfer di Pasifik tropis. Perubahan suhu muka laut di wilayah ini, mempengaruhi atmosfer di atasnya.

Perubahan atmosfer juga mempengaruhi perubahan suhu dan arus laut melalui mekanisme umpan balik (feedback) atmosfer-laut.

Sistem interaksi atmosfer-laut ini, berosilasi antara kondisi hangat (El Nino) ke netral atau dingin (La Nina) rata-rata memiliki siklus setiap 3-4 tahun, dan mempengaruhi pola iklim di seluruh dunia setiap 3-4 tahun.

El Nino dan La Nina rata-rata terjadi setiap 3 sampai 5 tahun. Namun, dalam catatan sejarah interval antarperistiwa bervariasi dari 2 hingga 7 tahun.

Sementara itu, El Nino dan La Nina biasanya berlangsung sekitar 9-12 bulan. Namun, beberapa kejadian La Nina dan El Nino bisa berlangsung lebih lama tergantung dari intensitasnya.

 

Dampak El Nino di Indonesia

El Nino meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.

El Nino memberikan beberapa dampak yang signifikan di Indonesia. Di antaranya kekeringan, kekurangan air bersih, gagal panen, serta kebakaran hutan dan lahan.

Dampak lain El Nino, adalah anomali cuaca yang menyebabkan banjir dan badai hebat. Daerah basah bisa mengalami kekeringan dan daerah kering justru banjir.

Jika dilihat dari sektor pertanian, pola curah hujan dan suhu bisa menyebabkan gagal panen dan kelangkaan pangan. Situasi tersebut, dapat mengancam kondisi ketahanan pangan lokal dan global.

Selain itu, ekosistem di laut bisa terdampak El Nino. Pemutihan karang merebut terumbu karang, ditambah pergeseran distribusi dan kelimpahan ikan.

Dari sisi kesehatan, perubahan kondisi iklim mengakibatkan penyakit yang ditularkan melalui nyamuk, banjir dan penyakit yang ditularkan lewat air, masalah gizi, hingga dampak mental akibat ketidakpastian ekonomi dan ketegangan sosial.

Selama fenomena El Nino, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyarankan agar petani mengganti tanaman padi ke jenis pajale (padi ganti jagung dan kedelai). Pasalnya, tanaman tersebut tidak memerlukan banyak air.

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), El Nino moderat diperkirakan akan berakhir pada Februari 2024.

Meski demikian, kondisi hujan lebat tidak selalu menjadi pertanda berakhirnya El Ninp di Indonesia, sehingga perlu dilakukan analisis menyeluruh untuk memastikannya.

Di sisi lain, BRIN mengharapkan efek dari El Nino bisa berakhir pada akhir Maret 2024 mendatang, sehingga kondisi anomali cuaca bisa mereda.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini: