
Sida Rohmatul Fadillah (Foto: Times TV Indonesia)
Sida Rohmatul Fadillah atau Desida (18) pengidap cerebral palsy tak patah semangat untuk mengejar mimpinya sebagai penulis, meskipun harus mengetik menggunakan jari kaki.
Desida tinggal di Gunung Kondang, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasilmalaya. Meskipun memiliki keterbatasan gerak akibat penyakit yang diidapnya, tetapi Desida tetap semangat mengejar mimpinya menjadi penulis.
Desida sendiri mengidap cerebral palsy, yakni kondisi yang menyebabkan terjadinya gangguan motorik yang berkaitan dengan gerak dan koordinasi tubuh.
Cerebral palsy disebabkan oleh gangguan atau kerusakan otak yang terjadi ketika organ vital tersebut sedang berkembang. Perkembangan abnormal pada otak yang menyebabkan cerebral palsy, biasanya terjadi ketika anak belum lahir atau masih di dalam kandungan.
Desida tinggal bersama ibunya, Nia Kurnia (52), dan ayahnya, Suryana (64). Mengutip dari berbagai sumber, Suryana diketahui sempat dirawat di rumah sakit akibat sesak napas dan terpaksa harus berhenti dari pekerjaannya pada tahun 2020 lalu.
Sejak saat itu, Suryana bekerja sebagai buruh bangunan dan tidak memiliki penghasilan tetap. Sementara itu, Nia bekerja sebagai pedagang kue dan camilan di sekitaran tempat tinggalnya.
Disisihkan di Sekolah
Sebelumnya, Desida sempat mengenyam pendidikan di sekolah umum. Namun, tidak bertahan lama Desida pun pindah ke Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ada di jalan Karoeng, Kecamatan Kota Tasikmalaya. Desida mengaku, dirinya tidak kuat mental karena merasa berbeda dan tersisihkan oleh teman-temannya.
Di SLB tersebutlah Desida bertemu dengan guru pembimbingnya, yaitu Pipih Suparmi. Desida menganggap, Pipih memiliki kebesaran hati dengan selalu memberi inspirasi, serta motivasi terkait cara untuk menjadi seorang penulis.
Menurut Desida, sang guru terus memberi metode khusus dan membantunya dalam mengatasi hambatan fisik yang dideritanya. Untuk mewujudkan mimpinya, Desida dengan giat berlatih mengetik di ponsel menggunakan jari kakinya.
Meskipun motoriknya terganggu, tetapi Desida menjadi tambah bersemangat dan kondisinya tidak menjadi penghalang untuk menuangkan kreativitasnya.
Menerbitkan Buku
“Melalui bimbingan Bu Pipih saya semakin semangat dan bertekad mengejar impian sebagai penulis. Meski saya berkarya membutuhkan waktu lama tak seperti para penulis dengan fisik normal,” ujar Desida dikutip dari beberapa sumber, Rabu (15/11).
Melalui usaha dan pendidikannya, Desida berhasil menghasilkan cerita pendek berjudul “Si Gadis Cacat” yang digarap selama sebulan lebih.
Cerpen tersebut kemudian diterbitkan dalam buku “Luka Cita dari Kami yang Ingin Pulih” pada Juni 2023 oleh sebuah penerbit di Bogor, Jawa Barat.
“Alhamdulillah ada yang mau menerbitkan cerpen Si Gadis Cacat. Tulisan ini menceritakan Dede yang ingin menikmati dunia tanpa ada keterbatasan. Kalau Dede jalan-jalan, pasti dilihatin sama orang-orang, pasti dipandang sebelah mata. Jadi Dede merasa terganggu, enggak bebas seperti yang lain. Dede pun sebetulnya ingin bisa menari, tapi tangannya kaku.Namun, dengan menulis, Dede bisa memperlihatkan bahwa Dede itu bisa dan mampu,” kata Sida dikutip dari Kompas.com.
Membantu Perekonomian Keluarga
Demi membantu perekonomian keluarga, Desida membeli beberapa bukunya sendiri dengan harga Rp45 ribu. Setelah itu, Desida dan sang ibunda menjual kembali buku tersebut dengan harga Rp50 ribu – Rp100 ribu.
Hasil penjualan buku tersebut pun digunakan Desida untuk membantu perekonomian orang tuanya dan membantu melunasi utang keluarganya.
Meski demikian, sayangnya metode ini tidak berlanjut karena buku tersebut sudah tidak terbeli dan sudah tidak dicetak lagi.
Desida sendiri becita-cita untuk menjual bukunya di toko buku yang lebih besar agar semakin banyak orang yang bisa membelinya.
“Ingin bukunya dijual di toko buku dan Dede bisa banyak uang untuk bantu mama lunasi utang,” tutup Desida.