
Sekolah Pondok Domba di bawah kolong tol (Foto: YouTube DAAI Magazine)
Sekolah Pondok Domba yang didirikan di Jakarta Barat pada tahun 1999, merupakan salah satu sekolah di bawah jalan kolong tol bagi anak-anak kurang mampu.
Sekolah Pondok Domba digagas oleh beberapa sukarelawan yang ternyata menjadi tempat belajar yang nyaman bagi murid-muridnya.
Bagi anak-anak perkampungan di kolong Tol Angke, Jakarta Barat, Sekolah Pondok Domba yang digagas oleh Indah Mulyana, adalah tempat yang istimewa.
Pasalnya, di sini mereka mendapat kesempatan untuk menimba ilmu secara gratis. Bentuk dan ukuran sekolah yang memiliki banyak keterbatasan, serta fasilitas kelas yang sempit membatasi ruang gerak anak-anak saat menjalani proses belajar mengajar.
Ruang kelas juga memiliki ventilasi udara yang tidak memadai, dengan posisi atap sekolah menempel langsung dengan jalan tol.
Penggagas Sekolah Pondok Domba Indah Mulyana menjelaskan, dirinya rutin mengajar bersama guru-guru relawan sejak tahun 1999, bahkan salah satu gurunya adalah anak-anak yang sebelumnya pernah menimba ilmu di sekolah ini.
Tidak sendirian, Indah juga mendapat bantuan dari relawan pengajar untuk memberikan pendidikan kepada anak, seperti keterampilan musik, menggambar, hingga belajar bahasa Mandarin.
Latar belakang orang tua para siswa yang bersekolah di sini pun beraneka ragam, mulai dari pemulung sampai pekerja rumah tangga.
Meskipun beberapa kali terkena rencana penggusuran oleh Pemda DKI Jakarta, tetapi sekolah ini semakin dikenal luas oleh masyarakat dan mereka akan terketuk untuk membantu kelengkapan alat sekolah, bahkan berdonasi untuk membiayai pendidikan mereka.
Indah menjelaskan, gagasan ini berangkat dari niatnya saat melihat banyak anak-anak di jalanan yang tidak bersekolah.
Melihat hal tersebut, hati Indah tergugah. Padahal, kata Indah, anak-anak ini berhak mendapatkan pendidikan.
“Saya dulu juga sempat putus sekolah waktu SMP karena tidak mampu bayar uang sekolah. Namun, ada dua lansia yang menolong dan membiayai saya sekolah. Akhirnya, hati kecil saya mengatakan, saya harus jadi penolong anak-anak yang tidak sekolah. Jadi, dari situlah saya membuka sekolah ini agar anak-anak semuanya harus punya mimpi bisa sekolah,” ujar Indah dikutip dalam kanal YouTube DAAI Magazine, Selasa (2/5).
Tinggi Sekolah Pondok Domba adalah sekitar 70 cm sampai 90 cm. Jadi, siapapun yang masuk ke sekolah ini mereka harus menunduk agar tidak terbentur.
Menurut Indah, suasana sekolah ini dengan suasana rumah murid tidak jauh berbeda. Ini karena, mereka juga tinggal di kolong jembatan di sekitar sekolah.
“Jadi tidak ada (suara) yang perlu kami redam karena memang sekolah kami itu sangat sederhana. Jadi, kami hanya melatih fokus anak-anak untuk mendengar guru dan pelajaran,” kata Indah.
Sama seperti sekolah pada umumnya, jenjang pendidikan dari TK sampai SD di Sekolah Pondok Domba masuk pada pukul 07.00 sampai jam 01.00 siang.
Pelajarannya pun sama karena Indah menggunakan Kurikulum 13 yang sama dengan sekolah lainnya. Rencananya, sekolah ini juga akan masuk ke dalam Kurikulum Merdeka untuk tahun ajaran baru mendatang.
Indah melanjutkan, murid yang belajar di Sekolah Pondok Domba tidak dikenakan biaya sama sekali alias gratis.
Mereka yang menimba ilmu di sana, adalah anak-anak yang tidak diterima oleh sekolah lain karena tidak memiliki nomor induk keluarga (NIK) atau identitas.
“Jadi anak-anak itu datang ada yang memang sudah lama di Jakarta dan tinggal lama di sini, ada juga yang pendatang tapi tidak punya identitas. Jadi mereka biasa meminta-minta di jalan, biasa memulung, tapi karena sekolah ini berdiri jadi mereka sekolah di sini,” lanjut Indah.
Saat ini, ada sekitar 78 murid yang bersekolah di Sekolah Pondok Domba dan jumlahnya terus bertambah hampir setiap tahun.
Indah mengaku, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi selama menjadi guru, adalah menumbuhkan kesadaran pentingnya bersekolah dan belajar kepada anak-anak yang sudah terbiasa bekerja di jalanan.
“Pendekatan pertama kami dan tim, adalah berdoa kepada Tuhan agar setiap anak-anak bisa diberi pencerahan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan,” jelasnya.
Pendekatan kedua yang dilakukan Indah, adalah mendekati setiap orang tua dari calon muridnya dan memberikan pemberitahuan bahwa sekolah itu adalah hal yang penting bagi setiap anak.
Selain itu, Indah juga menekankan bahwa setiap anak punya hak untuk mendapatkan pelajaran yang baik di Indonesia.
Meskipun awalnya sulit, tetapi lama kelamaan para orang tua murid mulai mengerti dan akhirnya mengantarkan anak-anak mereka ke sekolah.
Menariknya, orang tua murid ini juga mulai berhenti untuk mengemis dan mengamen di jalanan. Sebagai gantinya, mereka berjualan makanan ringan di sekitar sekolah.
“Jadi ada dua hal yang bisa saya tembus, anak-anak bisa dapat pendidikan, lalu orang tua juga bisa mengubah karakter minta-mintanya jadi pengusaha kecil dengan berjualan di sekitar sekolah,” tambah Indah.
Indah berharap agar ada lebih banyak lagi orang yang bisa memperhatikan anak-anak Indonesia yang tidak punya akses ke bidang pendidikan, baik karena tidak mau ataupun tidak bisa.
“Saya berharap, anak Indonesia semuanya harus punya mimpi yang sama dengan anak-anak lain. Tugas kita lah para pendidik dan para pejabat negara, untuk memperhatikan mereka agar mereka bisa menjadi penerus bangsa ini, dengan membuka sekolah di mana-mana. Saya berharap dengan adanya pendidikan ini, sekolah kami bisa mendapatkan izin dari pemerintah agar lebih banyak lagi anak-anak sekolah yang tidak tertolong, akhirnya bisa ditolong oleh sekolah kami,” tutup Indah.