
Ilustrasi gajah di Chiang Mai, Thailand. (Foto: Business Insider)
Poopoopaper Park membuat kertas daur ulang dengan bahan utama kotoran gajah. Usaha ini mulai dikembangkan sejak tahun 2002 hingga sekarang.
Perusahaan asal Chiang Mai, Thailand, Poopoopaper Park membuat kertas dari pulp yang terdiri atas 85% gajah, sapi, kuda, dan keledai.
Sementara itu, 15% sisanya diambil dari limbah pertanian seperti sabut kelapa, pisang, serat kulit jagung, dan tebu.
Mengutip dari Business Insider, Poopoopaper Park Co-Founder Kanokrat “Tun” Sukonthamarn dan suaminya, Michael Franklin, mulai mengembangkan bsinis ini pada tahun 2002.
Kemudian, pada tahun 2009 selama resesi ekonomi, usahanya mulai mengalami kesulitan, sehingga mereka mengubah bisnisnya menjadi destinasi wisata yang menarik dan dibuka untuk umum.
Pengunjung dapat berpartisipasi dalam pembuatan kertas, atau membeli produk mereka di butik. Meskipun Poopoopaper Park dibangun di provinsi yang terkenal dengan wisata gajahnya, tetapi tidak ada gajah di tempat tersebut.
“Kami perhatikan bahwa orang tua saat ini suka membawa anak-anaknya ke tempat wisata yang memungkinakan mereka untuk belajar. Tak hanya jalan-jalan dan berfoto, mereka juga ingin anaknya membawa pulang ilmu baru,” ujar Tun, dikutip Selasa (23/5).
Butuh waktu sekitar 2 tahun untuk merancang dan membangun properti seluas 1,5 hektare yang menggunakan bahan bangunan alami, seperti daun palem dan batang pohon eucalyptus.
Jika biasanya kertas dibuat dari serat pohon, Poopoopaper Park ingin lebih peduli lingkungan dengan menggunakan sumber serat alternatif seperti kotoran gajah.
Pelatih Hewan (mahout) Senior di Mae Rim Elephant Home Panthong “Chamnan” Saardsri menjelaskan, dirinya bisa menghidangkan sampai 300 tanaman setiap harinya untuk dikonsumsi gajah.
Menurutnya, makanan utama gajah adalah rumput, sedangkan pisang, tebu, dan buah-buahan lainnya hanyalah pelengkap. Jadi, tidak heran jika sebagian besar makanan gajah terbuat dari serat.
Kotoran gajah ini mereka kumpulkan dari tempat perlindungan terdekat. Biasanya, mereka akan membayar sekitar USD15 (sekitar Rp222 ribu asumsi kurs Rp14.861) untuk setiap kantong kotoran gajah. Setiap minggunya, mereka bisa mengumpulkan hingga satu ton kotoran gajah.
Pemandu di Poopoopaper Park Hassanai “Pete” Chaikavin menjelaskan, mereka mengambil sebagian keuntungan dari bisnis ini untuk membeli rumput, tebu, dan pisang.
“Lalu mereka membawa makanan itu ke tempat perlindungan gajah, dan mereka memberi kami kotoran gajah. Ini adalah siklus yang terus kami jalani,” jelasnya.
Cara mengolah kotoran gajah menjadi kertas ternyata tidaklah mudah. Awalnya, kotoran gajah dimasukkan ke dalam drum berisi air dan direndam semalaman untuk menghilangkan pasir, tanah, dan bebatuan.
Serat yang naik ke permukaan akan dicuci berulang kali di wadah berbeda, lalu dimasukkan ke dalam panci besar berisi air mendidih dan direbus selama 4-6 jam. Proses ini bisa membunuh kuman dan bakteri yang tersisa, serta bisa melunakkan serat. Semakin lama serat dididihkan, maka semakin halus kertas yang bisa dihasilkan.
Setelah serat menjadi lebih empuk dan tidak berbau, serat tersebut kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1-2 minggu. Jika sudah kering, serat tersebut akan dicampur dengan rumput, jerami, atau batang pohon di dalam blender khusus.
Selain itu, mereka akan menambahkan air dan sabut kelapa atau batang pisang yang berfungsi sebagai pengikat.
Bahan selanjutnya yang juga akan ditambahkan dalam campuran ini, adalah kertas, baik itu kertas bekas, kertas daur ulang, kertas biasa, majalah, maupun koran.
Pihak Poopoopaper Park juga kerap menambahkan pewarna makanan ke dalam campuran tersebut, untuk menghasilkan lebih banyak kertas berwarna.
Proses pencampuran ini butuh waktu setidaknya selama dua jam, untuk bisa mendapatkan konsistensi yang diinginkan. Setelah itu, para pekerja akan membentuk pulp kertas menjadi bentuk bola-bola dengan berat sekitar setengah kilogram dan memeras kelebihan cairannya.
Pulp kertas berbentuk bola ini selanjutnya dibagi menjadi dua bagian, lalu dimasukkan ke dalam air, disebar ke seluruh bagian screen sablon, dan disaring.
Pulp yang sudah disaring, kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama 4-12 jam sampai mengering dan akhirnya siap digunakan. Jika ditemukan cacat pada kertas, pihak Poopoopaper Park bisa memasukannya kembali ke dalam blender.
Kertas yang sudah jadi, akan digunakan untuk membuat karya seni seperti bungkus kado, kartu ucapan, origami, atau sampul buku. Tidak hanya di dalam pabrik, penduduk setempat juga memanfaatkan kertas daur ulang ini untuk membuat suvenir yang dibanderol dengan harga rata-rata USD22 (Rp326 ribu).
Mereka menjual produknya di lebih dari 500 toko di seluruh dunia, termasuk taman nasional, kebun binatang, dan museum.
“Tujuan wisata ini dibuka sebagai tempat alternatif di mana wisatawan dapat belajar lebih banyak tentang gajah. Mereka yang berkunjung ke sini bisa belajar banyak hal, seperti membuat kertas dari kotoran gajah. Namun, kami ingin mereka membawa pulang pelajaran, bahwa menjaga lingkungan bisa dilakukan dan bisa dimulai hari ini,” tutup Tun.