Kaligrafi Tiongkok

Ilustrasi ADHD (Foto: Tara Winstead via Pexels)

ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) adalah gangguan mental yang menyebabkan anak sulit memusatkan perhatian, serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif.

Spesialis Anak dr. Ajeng Indriastari, SP.A., menjelaskan, gangguan ADHD umumnya memiliki tiga gejala.

Pertama, restless yang menyebabkan anak yang tidak bisa diam. Kedua, inattentive yang menyebabkan konsentrasi anak berkurang, sehingga anak mudah teralihkan. Ketiga, impulsif yang membuat anak cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati.

“Jadi ADHD pada anak seperti itu, menyebabkan aktivitas yang berlebih, kurang konsentrasi, tidak bisa diam, tidak mampu memusatkan perhatian, selalu bergerak, dan perilakunya impulsif,” ujar dr. Ajeng dikutip dalam kanal YouTube DAAI Family, Selasa (13/6).

Menurut dr. Ajeng, keluhan ADHD biasanya muncul pada usia sekolah karena di sekolah ada lebih banyak orang baru yang ditemui anak.

Selain itu, anak juga diharuskan untuk berkonsentrasi dan memperhatikan pelajaran selama bersekolah, sehingga gejala ADHD bisa lebih mudah diidentifikasi.

Sebetulnya, kata dr. Ajeng, masalah ini sudah ada dari usia 3 tahun sampai 4 tahun, tetapi karena biasanya orang tua masih mewajarkan perilaku aktif anak, masalah ADHD baru bisa terlihat jelas saat masuk sekolah.

“Hal yang membedakan anak ADHD dengan anak aktif lainnya, adalah sikap restless-nya. Sebagai contoh, anak-anak normal dia memang aktif, tapi ada masanya kalau kita suruh melakukan tugas dia masih bisa berkonsentrasi beberapa menit. Namun, kalau anak ADHD saat ada pengalih dia langsung teralihkan sama hal-hal baru,” kata dr. Ajeng.

 

Subtipe ADHD

Menurut dr. Ajeng, ada tiga subtipe ADHD yang bisa dikenali, yakni sebagai berikut.

 

1. Dominan Hiperaktif-impulsif

Anak-anak yang mengidap ADHD tipe ini, umumnya memiliki masalah hiperaktivitas yang muncul bersamaan dengan perilaku impulsif.

 

2. Dominan Inatentif

Pengidap gangguan ADHD tipe ini, memiliki ciri sulit untuk menaruh perhatian penuh pada satu hal dalam satu waktu. Anak-anak dengan kondisi ini, cenderung tidak bisa memperhatikan dengan baik.

 

3. Kombinasi Hiperaktif-impulsif dan Inatentif

Tipe ketiga merupakan kombinasi dari semua gejala. Pada tipe ini, anak menunjukkan ciri hiperaktif, impulsif, dan tidak dapat memperhatikan dengan baik.

 

Penyebab ADHD

Umumnya, terdapat dua penyebab ADHD, yakni faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Adapun faktor bawaan yang dimaksud, adalah faktor genetik, neurologis, atau neurotransmitter.

“Misalnya, pasien anak laki-laki dengan ADHD kelebihan kromosom Y, atau pada kondisi Fragile X Syndrome, kromosom X yang Q27-nya itu rapuh, kalau pada perempuan itu pada kromosom 45 XO,” jelasnya.

Selain itu, faktor lingkungan yang tidak kondusif dan tidak sehat juga bisa menjadi penyebab ADHD pada anak.

 

Pengobatan ADHD

Sampai saat ini, ADHD belum dapat disembuhkan sepenuhnya. Meski demikian, langkah penanganan perlu segera dilakukan untuk membantu pengidap ADHD beradaptasi dengan penyakitnya, sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Adapun beberapa upaya pengobatan ADHD, adalah sebagai berikut.

1. Obat-obatan yang umum digunakan untuk mengatasi ADHD. Obat-obatan ini digunakan untuk membantu pengidap lebih tenang dan mengurangi sikap impulsif, sehingga dapat lebih memusatkan perhatian.

2. Cognitive Behavioural Therapy (CBT). Terapi ini, dilakukan untuk menolong pengidap mengubah pola pikir dan perilaku saat mengalami masalah dalam hidupnya.

3. Terapi psikologi. Perawatan ini bertujuan agar pengidap ADHD dapat menemukan solusi untuk mengatasi gejala penyakitnya.

4. Pelatihan interaksi sosial. Pelatihan ini bertujuan untuk menolong pengidap dalam memahami perilaku sosial yang dapat diterima dalam masyarakat.

“Terapi yang dilakukan itu jangka panjang karena sifatnya kronis. Namun, ada beberapa kasus yang gejalanya berkurang di akhir masa remaja. Jadi bila mendapatkan pengobatan yang tepat, anak berpotensi untuk membaik tanpa perlu mengonsumsi obat-obatan lagi. Meski demikian, ada juga sebagian kasus yang berlangsung hingga dewasa. Kalau tidak diberi pengobatan, biasanya akan tetap hiperaktif, impulsif, dan punya gangguan konsentrasi,” kata dr. Ajeng.   

Selain pengidap, orang tua dan keluarga juga sebaiknya menjalani terapi supaya dapat beradaptasi dan menerima gejala pengidap ADHD.

“Anak ADHD harus diberikan pola hidup, lingkungan, dan makanan yang sehat. Orang tua juga sebaiknya selalu bersikap bijak dan berlapang dada agar bisa mengembangkan potensi maksimal anak dengan ADHD,” tutup dr. Ajeng.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini: