Kaligrafi Tiongkok

Ilustrasi rabies (Foto: Hailshadow via Getty Images Signature)

Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit menular akut yang menyerang susunan saraf pusat pada manusia dan hewan berdarah panas.

Rabies disebabkan oleh virus Lyssavirus dari golongan Rhabdoviridae yang ditularkan melalui air liur atau saliva anjing, kucing, kera yang kena rabies, dengan jalan gigitan atau melalui luka terbuka.

Belakangan ini, kasus rabies sudah mulai menyebar di Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahkan menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) rabies pada dua kabupaten di Nusa Tenggara Timur, yakni Sikka di Pulau Flores dan Timor Tengah Selatan di Pulau Timor.

Hal ini, menyusul semakin bertambahnya korban akibat gigitan anjing rabies yang hingga kini mencapai 162 orang. Tidak heran jika penularan rabies pada manusia perlu diwaspadai.

Di Indonesia sendiri, 98% kasus rabies ditularkan melalui gigitan anjing dan 2% ditularkan melalui gigitan kucing. Rabies pada hewan sudah ditemukan sejak tahun 1884, sedangkan kasus rabies pada manusia di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1894 di Jawa Barat.

 

Masa Inkubasi Rabies

Sumber utama penularan rabies adalah anjing, tetapi beberapa hewan lain seperti kucing, kera, serigala, kelelawar, sigung, dan rakun juga bisa menularkan virus lewat gigitan.

Masa masuknya virus ke dalam tubuh hewan sampai menimbulkan gejala penyakit (inkubasi), umumnya antara 3-8 minggu, sedangkan masa inkubasi pada manusia bervariasi, biasanya 2 – 8 minggu, kadang- kadang 10 hari sampai 2 tahun, tetapi rata- rata masa inkubasinya 2 – 18 minggu.

Selama sekitar 2 minggu, virus akan tetap tinggal di tempat masuk dan atau di dekat tempat gigitan. Selanjutnya, virus akan bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan fungsinya.

Sepanjang perjalanan ke otak, virus rabies akan berkembang biak atau membelah diri (replikasi). Selanjutnya, virus akan sampai di otak dengan jumlah maksimal, kemudian menyebar luas ke semua bagian neuron.

Virus ini akan masuk ke sel-sel limbik, hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak diri pada neuron-neuron sentral, maka virus rabies akan bergerak keseluruh organ dan jaringan tubuh untuk berkembang biak seperti adrenal, ginjal, paru-paru, hati, dan selanjutnya akan menyerang jaringan tubuh lainnya.

 

Gejala Rabies

Spesialis Penyakit Dalam dr. Herni Basir, Sp.PD., menjelaskan, secara garis besar gejala rabies dibagi menjadi dua.

Pertama fase prodromal, yakni periode terjadinya perubahan perilaku sebelum gejala yang nyata muncul. Tanda dan gejala fase prodromal biasanya mencakup demam, lemas, kecemasan, gelisah, merasa diteror, atau depresi.

Kedua fase neurologi, fase ini terbagi menjadi tiga, yaitu fase sensoris, eksitasi, dan paralitik. Pada stadium sensoris, pasien sudah mulai merasakan gatal, kesemutan, dan nyeri di bekas gigitan hewan penular rabies.

Kemudian, pasien sudah mulai nampak cemas dan respons berlebihan terhadap rangsangan sensoris. Pada stadium eksitasi, sudah mulai terjadi aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf pasien. Tanda utamanya, pasien merasa ketakutan berlebihan, berhalusinasi, bahkan ada kejang.

Gejala khas pada stadium ini, yaitu ada hidrofobia atau rasa takut terhadap air, aerofobia atau takut udara, dan fotofobia atau takut akan cahaya.

“Gejala yang paling berat adalah pada stadium paralitik, kebanyakan pasien meninggal pada stadium ini,” ujar dr. Herni dikutip dalam DAAI Family, Rabu (7/6).

Pada tahap awal atau masa inkubasi, biasanya gejala rabies tidak tampak sama sekali, kecuali setelah ada replikasi atau perkembangbiakan virus pada sistem saraf tepi sistem saraf pusat. Masa inkubasinya pun bervariasi, mulai dari 10 hari sampai 3 bulan baru terlihat gejalanya.

 

Pengobatan Rabies

Pengobatan yang dilakukan tergantung pada kategori luka. Jika kategori luka berrisiko rendah, pasien bisa melakukan pembersihan luka secara menyeluruh dengan cairan desinfektan

Jika kategori luka dalam risiko sedang, pasien bisa melakukan pencucian luka dan vaksinasi rabies. Sementara itu, jika kategori luka dalam risiko tinggi, pasien perlu melakukan pencucian luka, vaksinasi rabies, dan serum antirabies.

Menurut dr. Herni, prinsip penanganan rabies adalah mengusahakan agar virus tidak bereplikasi ke sistem saraf.

“Jadi pada saat kita terkena gigitan, usahakan sebisa mungkin lukanya dibersihkan dengan air mengalir dan sabun selama kurang lebih 10-15 menit,” kata dr. Herni.

Setelah lukanya dibersihkan, usahakan untuk tidak menjahit atau menutup luka karena pasien perlu fokus melakukan pembersihan di sekitar luka untuk menghilangkan virus. Kemudian, pasien perlu diberikan vaksin dan serum antirabies.

Rabies berisiko tinggi menyebabkan kematian, terutama jika virus telah menginfeksi otak. Oleh karena itu, penanganan harus cepat diberikan, bahkan sebelum gejalanya muncul.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini: