Kaligrafi Tiongkok

Hadi Lingga memilah-milah biji kopi terbaik dari kebunnya. (Foto: Hidayat Sikumbang/DAAI Medan)

Warga Desa Nagalingga, Kecamatan Merek Kab. Karo, Sumatra Utara, Hadi Lingga (39) sukses mengembangkan komoditas kopi menjadi bisnis yang menggiurkan.

Desa Nagalingga merupakan desa sejuk yang berada di kaki Gunung Sibuatan, atap tertinggi Sumatra Utara.

Mayoritas masyarakat di desa ini memilih untuk bertani dan memanfaatkan hasil alam. Beberapa komoditas utama dari desa ini adalah wortel, kentang, jeruk, hingga kopi.

Menurut Hadi Lingga, kopi merupakan hal baru dari desa ini, setidaknya dalam beberapa tahun belakangan.

Kopi Sibuatan tergolong sebagai biji kopi arabika dengan daun kopi yang tergolong kecil dan tebal. Biji kopi ini, ditanam pada ketinggian 1.500 mdpl.

Meskipun banyak yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian, tetapi tidak satupun petani melirik kopi. Sama halnya dengan kedua orang tua Hadi Lingga yang menganggap kopi hanya sebagai tanaman liar.

Hadi bahkan sempat diminta untuk memusnahkan kebun kopi yang ia garap di lahan pertanian milik keluarganya.

Meskipun kebun kopi sudah habis dibakar, semangat Hadi tidak goyah. Ia kemudian mulai mempelajari cara pengolahan biji kopi sampai menjadi bubuk.

Hadi pun membawa beberapa biji kopi yang sudah terlebih dahulu dipetik, untuk diproses di tempat rekan sejawatnya.

Profesinya sebagai seorang ranger dari Gunung Sibuatan, membuatnya memiliki beberapa kenalan yang sudah terlebih dahulu memahami tentang seluk beluk kopi.

Proses yang ditempuh Hadi tidaklah mudah, ia bahkan rutin pulang-pergi ke Medan-Desa Nagalingga selama hampir satu tahun.

Setelah melalui proses trial and error yang panjang, akhirnya Kopi Sibuatan milik Hadi pun dapat dikonsumsi seperti kopi pada umumnya.

“Kami minum bareng berdua. Saya ditanya, ‘Apa bedanya, Bang? Enak, kan, kopi abang? Dari situ saya termotivasi, menanam kopi, belajar tentang kopi. Sampai terakhir saya bisa buka kedai kopi sendiri, gitu,” ungkap Hadi kepada DAAI TV, dikutip Kamis (11/5).

Tidak berpuas di situ, rasa ingin tahu Hadi terhadap kopi pun menjadi semakin dalam. Ia pun banyak mencari tahu mengenai kopi, agar nantinya Kopi Sibuatan dapat dinikmati oleh lebih banyak orang.

Pada tahun 2017, keseriusan Hadi akan kopi pun semakin terlihat dengan upayanya memperkenalkan Kopi Sibuatan dari hulu ke hilir.

Hadi bahkan memiliki rumah produksi sendiri, sampai akhirnya membangun sebuah kafe yang dikenal dengan Mardongan Kopi di tahun 2018.

Bersama adiknya Nopen Lingga, Hadi kian bersemangat untuk memperkenalkan kopi dari desanya ini.

Meski demikian, semangat Hadi untuk memperkenalkan biji kopi terbaik justru mengalami tantangan, khususnya untuk warga di desa ini.

Masyarakat juga masih percaya bahwa Kopi Sibuatan bukanlah kopi yang layak untuk dikonsumsi, melainkan untuk bahan utama pembuatan make-up dan mesiu.

“Puji syukurlah, akhir-akhir ini sudah lebih ramai. (Saat ini) kebanyakan (pelanggan merupakan) teman pendaki yang datang. (Pasalnya) pada saat awal kita buka, kita suguhkan teknik racik V60 (ke masyarakat). (Lalu, masyarakat setempat) bilang, ‘Kopi apa, kopimu ini kopi mentah’. Itulah kenapa, kita terus perjuangkan agar orang bisa nikmatin kopi kita sendiri yang kita tanam sendiri, dan kita racik sendiri,” jelas Nopen.

Cita rasa Kopi Sibuatan juga sempat dinikmati oleh Juheri, salah seorang pengunjung yang berasal dari Kota Medan. Juheri mengatakan, cita rasa Kopi Sibuatan begitu nikmat karena memiliki after taste yang berbeda-beda.

Apabila ditanami di sekitar tumbuhan jeruk, maka penikmat kopi akan langsung mendapati rasa asam dan segar dari buah jeruk di kopi ini.

“Setahu saya arabika itu dominan akan rasa asamnya, tetapi kopi dari Hadi Lingga ini justru kuat akan rasa jeruknya. Saya sangat terkesan karena ini kunjungan pertama, tetapi Hadi sangat ramah dan mau menjelaskan mengenai kopi ini,” tuturnya.

Saat ini, penjualan Kopi Sibuatan mayoritas berasal dari para pendaki yang mendaki Gunung Sibuatan.

Biasanya, para pendaki sering singgah ke kafe Hadi untuk sekadar minum di lokasi, atau membeli kopinya.

Tidak hanya menjualkan kopi siap saji, Hadi juga menjual biji Kopi Sibuatan agar dapat dinikmati para pengunjung yang berasal dari luar desanya.

Biasanya, para pendaki menjadikan Kopi Sibuatan sebagai buah tangan untuk dinikmati di rumah. Hadi membanderol kopi berukuran 200 gram seharga Rp70 ribu, sedangkan untuk kopi siap saji dibanderol dengan harga mulai dari Rp15 ribu.

“Saya dari dulu senang, namanya merantau bisa menghasilkan uang. Jujur, belajar bukan passion saya. Namun, tertanam bagaimana caranya bisa memiliki usaha agar bisa menciptakan lapangan kerja,” tutup Hadi.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini: