Kaligrafi Tiongkok

Mahasiswa ITS pembuat alat deteksi udara (Foto: Silvita Pramadani/ITS.ac.id)

Mahasiswa Departemen Teknik Instrumentasi, Fakultas Vokasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembangkan alat pendeteksi udara untuk memerangi polusi.

Alat ini mampu memonitor dan memfilter udara dengan sensor canggih, sehingga dapat mengurangi risiko kesehatan.

Muhammad Zanuar merupakan mahasiswa yang menggagas alat pendeteksi udara tersebut, sebagai bentuk pengabdian ke desa kelahirannya.

Dikenal sebagai kawasan industri, Kecamatan Manyar di Kabupaten Gresik memiliki tingkat polusi yang cukup tinggi. Berangkat dari permasalahan tersebut, Zanuar ini mengajak sembilan temannya untuk membuat alat yang bisa memonitor dan memfilter udara.

Zanuar menjelaskan, ketika alat tersebut menyala maka sensor mendeteksi konsentrasi partikel dan kandungan gas di udara. Selanjutnya, diproses oleh alat kontrol dan ditampilkan melalui display serta diunggah ke cloud situs web.

“Ketika pembacaan konsentrasi partikel udara dalam ruangan tinggi, maka filtrasi udara akan aktif,” ujar Zanuar dikutip dalam keterangannya, Jumat (15/9).

Pasalnya, kata Zanuar, jika aktivitas industri yang membuang emisi gas melalui cerobong ke udara dibiarkan, dapat menyebabkan tingkat penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

“Sangat disayangkan jika tidak adanya instrumen alat ukur dan ketegasan kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi isu lingkungan dan kesehatan,” jelasnya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dibagi menjadi lima kategori. Di antaranya kategori rendah dengan rentang nilai 1-50, sedang nilai 51-100, tidak sehat bernilai 101-200, sangat tidak sehat bernilai 201-300, dan berbahaya bernilai 300 ke atas.

Sementara itu, pembacaan udara di Kecamatan Manyar pada tabel ISPU bernilai 144 dan tergolong dalam kategori tidak sehat.

Zanuar melanjutkan, kondisi udara dapat berubah-ubah setiap waktu, sehingga saat di aplikasi nantinya akan ada tindakan preventif yang disarankan.

“Menyesuaikan nilai konsentrasi udaranya, nanti disarankan tidak beraktivitas di luar ruangan hingga memakai masker saat ke luar rumah,” imbuhnya.

Demi memaksimalkan hal ini, Zanuar dan timnya berkolaborasi dengan karang taruna dan warga sekitar untuk membangun kesadaran menjaga lingkungan.

Beberapa caranya, adalah dengan meregulasi kebijakan, inovasi instrumentasi, edukasi, dan sosialisasi lingkungan, serta penanaman pohon. Hal ini pun sukses  membuahkan respons positif di mata stakeholders dalam menanggapi aksi tersebut.

Jatuh bangun menghadapi kendala perancangan program dan alat kerap dialami oleh Zanuar bersama tim. Di lapangan, ia menemui kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kualitas udara dan minimnya dukungan.

Kesadaran yang minim karena keilmuan yang masih terbatas, perlu didukung dengan penggalakan sosialisasi terhadap masyarakat. Mulai dari penggunaan dan perawatan alat, hingga langkah yang harus dilakukan mereka saat polusi udara buruk.

Demi menciptakan keberlanjutan lingkungan yang dapat dinikmati generasi masa depan, Zanuar ingin kembangkan kolaborasi dengan konsep pentahelix.

“Konsep ini bekerja sama dengan melibatkan semua stakeholders. Mulai dari pemuda, masyarakat, komunitas, akademisi, pemerintah, industri, dan media,” tutup Zanuar.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini: