
Lying flat jadi tren di Tiongkok | Foto: Chinese state media.
Jika Indonesia memiliki istilah kaum rebahan, Tiongkok memiliki gerakan lying flat atau tang ping. Gerakan ini biasanya dilakukan oleh generasi Z dan milenial di Tiongkok dan sangat meresahkan pemerintah.
Mengutip dari tayangan YouTube China Insight, Lying flat adalah sebuah istilah gerakan ketika seseorang memilih untuk tidak mau melakukan apa pun. Misalnya, seperti tidak mau bekerja, menikah, membeli rumah, memiliki anak, bahkan tidak mau mengejar karier.
Perilaku ini mengharuskan pengikutnya untuk menurunkan keinginan hidup dan hanya mengeluarkan usaha yang minimum untuk bertahan hidup.
Istilah ini membuat banyak generasi muda memilih untuk keluar dari pekerjaannya dan hanya bekerja 1-2 bulan dalam 1 tahun untuk bertahan hidup secukupnya.
Latar Belakang Lying Flat
Tahun 2019, perusahaan-perusahaan di Tiongkok menerapkan aturan 996 jam untuk pekerjanya, sehingga para pekerja harus bekerja dari jam 09.00-21.00 selama 6 hari dalam 1 minggu.
Beberapa masyarakat di Tiongkok, melakukan gerakan ini agar terlepas dari tekanan untuk bekerja dalam waktu yang lama dan merasa kewalahan.
Selain karena tekanan dari pekerjaan, latar belakang ide ini muncul karena banyaknya tekanan sosial yang dialami oleh generasi muda di Tiongkok.
Melansir dari website BBC, generasi muda Tiongkok yang berusia sekitar 20-30 tahun dihadapkan dengan tekanan sosial yang mengharuskan mereka untuk sukses, menikah, punya anak, membeli rumah, dan bertanggung jawab untuk membiayai kehidupan orang tuanya.
Di sisi lain, mereka harus bekerja keras dengan waktu yang ketat dan tidak memiliki banyak waktu untuk kehidupan sosial mereka.
Hal ini membuat mereka merasa khawatir dan mustahil untuk bisa menggapai hal-hal tersebut.
Awal Mula Istilah Lying Flat
Istilah lying flat mulai terkenal di media sosial sejak 2021, tetapi beberapa dari pemuda Tiongkok sudah melakukan ini bahkan sejak awal pandemi 2020 lalu.
Pada 2021, seorang pemuda asal Tiongkok menulis dan menunjukkan foto dirinya dalam kondisi tidur terbaring di atas kasur.
Di dalam media sosial pribadinya, ia memulai tagar #lyingflatisjustice dan menuliskan kesehariannya yang hanya rebahan di atas kasur, makan dua kali sehari, dan hanya bekerja di saat tertentu.
Pria ini mengaku, lying flat adalah bentuk kebijaksanaan yang ia lakukan karena dalam posisi ini kemanusiaan nilai dari segalanya.
Perbedaan Lying Flat dan Rebahan?
Istilah rebahan yang populer di Indonesia adalah aktivitas yang biasanya dilakukan pada waktu tertentu untuk memanjakan diri sendiri. Misalnya, setelah lelah bekerja seseorang hanya akan beristirahat sambil menonton TV di rumahnya.
Berbeda dengan rebahan, lying flat di Tiongkok adalah kegiatan rebahan yang dilakukan sebagai aktivitas sehari-hari dan menempatkan kegiatan penting lainnya (pekerjaan dan bersosialisasi) sebagai prioritas kedua.
Di Indonesia, tidak setiap saat seseorang bisa rebahan karena memiliki prioritas penting yang harus dilakukan pada kegiatan sehari-hari. Namun, lying flat di Tiongkok berbanding terbalik dengan istilah rebahan di Indonesia karena dilakukan setiap saat dalam jangka waktu yang panjang.
Menjadi Tren Saat Pandemi
Saat pandemi, istilah lying flat semakin banyak dikenal karena menggambarkan perasaan generasi muda di Tiongkok.
Selain menghadapi banyak tuntutan, mereka juga harus bersaing dalam bekerja karena lapangan kerja yang terbatas dan angka kelulusan yang terus meningkat.
“Sekarang merasa sangat apatis, mereka harus berurusan dengan virus Corona dan merasa lelah. Mereka benar-benar hanya ingin berbaring dengan sebuah buku, atau duduk dan menonton TV, daripada menjaga momentum dengan bekerja keras,” jelas Media Analisis BBC Tiongkok Kerry Allen dikutip dari website BBC, Kamis (29/2/2024).
Lying flat mengkhawatirkan pemerintah Tiongkok | Foto: Jing Daily
Pemerintah Tiongkok Semakin Khawatir
Istilah ini mendapatkan banyak pemberitaan negatif dari media-media Tiongkok dan mendapatkan penolakan keras dari pemerintah.
Hal ini terjadi karena istilah ini bertolak belakang dengan pemerintah Tiongkok yang terus mengharapkan adanya pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat pada negara Tiongkok.
Saat pandemi Covid-19, Tiongkok mengalami penurunan dalam bidang ekonomi. Setelah pandemi, ekonomi Tiongkok melonjak jauh karena kontribusi dari para pekerjanya hingga mereka merasa kelelahan.
Oleh karena itu, tren ini banyak diperbincangkan di Tiongkok. Meski demikian, lying flat lebih banyak digunakan oleh pemuda Tiongkok sebagai meme.
Bahaya Tren Lying Flat
Jika rebahan terlalu lama dapat menimbulkan masalah, lying flat memiliki risiko masalah kesehatan yang lebih tinggi.
Salah satunya adalah potensi obesitas dan gangguan saraf kejepit karena pergerakan yang sangat minim dalam sehari-hari dan jarang berolahraga.
Selain obesitas dan saraf kejepit, bisa menimbulkan stres karena kurangnya interaksi sosialisasi yang dilakukan.
Beberapa masalah kesehatan dan mental lainnya mungkin akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
Penulis: Kerin Chang
Simak Video Pilihan di Bawah Ini:
