Orang yang sering berpura-pura baik-baik saja.

Sumber Gambar : Canva Pro

Penulis : Grace Kolin

Andin baru saja mengalami kejadian yang buruk. Ketika teman Andin menyadari wajah Andin yang tampak lesu, ia mencoba menanyakan kondisi Andin.

Andin menjawab, “Saya baik-baik saja.”

‘Saya baik-baik saja’ merupakan ungkapan yang akrab kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataannya, tidak semua orang yang mengatakan perkataan ini benar-benar berada dalam kondisi ‘baik-baik saja’. Lantas mengapa orang terbiasa untuk berpura-pura baik-baik saja, padahal apa yang ia rasakan bisa jadi justru sebaliknya?

Dilansir dari laman psychcentral.com, seseorang berpura-pura baik-baik saja untuk menghindari konflik atau melindungi dirinya dari perasaan yang menyakitkan. Selain itu ada juga faktor lain yang mendorong kebiasaan ini:

  • Lingkungan keluarga

Misalnya jika seseorang memiliki orangtua yang suka marah-marah, ia akan tumbuh jadi pribadi yang takut dengan kemarahan, takut untuk marah dan takut membuat orang lain marah. Atau jika seseorang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang depresi berat, secara tidak sadar ia mungkin akan memendam perasaan sedih, kehilangan, atau keputusasaannya.

Selama bertahun-tahun memendam dan mengabaikan perasaan itu, mereka mungkin  akan mengatakan: “Saya baik-baik saja, karena Anda tidak tahu apa yang sebenarnya saya rasakan.”

  • Pengalaman di masa kecil

Sejak kecil, sebagian orang mungkin dibiasakan untuk tidak boleh meminta apa pun. Umumnya kebutuhan mereka cenderung diabaikan dan mereka akan dihukum jika meminta sesuatu. Jika ini terjadi berulang kali, mereka akan belajar untuk tidak perlu meminta apa pun karena mereka berpikir tidak ada satu pun orang yang peduli dengan kebutuhan mereka

Memiliki sejarah hubungan disfungsional dan harga diri yang rapuh membuat seseorang percaya bahwa orang lain tidak akan menyukai, meninggalkan atau menolak mereka jika mereka meminta terlalu banyak atau memiliki perasaan yang rumit. Bagi mereka, akan lebih aman jika mereka berpura-pura untuk baik-baik saja.

Untuk jujur terhadap perasaan yang dirasakan diri sendiri, pada awalnya, memang tidak pernah mudah. Jadi jika seseorang belum siap untuk membagikan perasaan atau pengalamannya yang sebenarnya kepada orang lain, paling tidak ia bisa mencoba untuk mulai mencoba menuangkan perasaannya lewat kegiataan journaling. Selanjutnya, pilihlah seseorang sebagai tempat yang ‘aman’ untuk sharing. Tidak hanya itu, terapi atau kelompok pendukung juga bisa menjadi wadah yang baik untuk sharing, karena tidak ada jaminan jika seseorang akan terus ‘baik-baik saja’ sepanjang waktu.

Artikel ini dibuat dari berbagai sumber